1/30/2012 - , , , , 0 comments

Rasa Gerah, Gatel, Sedih, dan Rindu

Belakangan saya lagi hobi untuk membaca buku-buku tipis sebelum tidur. Sekitar dua malam lalu, buku yang saya baca adalah Melawan Dengan Cinta karya Ustadz Gaul Abay Abu Hamzah. Kakak kosanku ngefans abis sama beliau. Penasaran, aku coba aja baca salah satu bukunya.

Kesannya? Wah, saya musti setuju dengan kakak kosan saya tadi. memang mengagumkan. Frekuensi hati beliau nyampe ke kita. Kerendahan hati, kedalaman berpikir, kejujuran, sangat terasa padahal cuman baca tulisannya sekali.

Salah satu bagian yang terkenang adalah tentang rasa gerah, gatel, dan rindu. Saya modif sedikit plus rasa sedih.

Sebenarnya buku ini dikirim untuk manusia-manusia mukmin yang diberi kenikmatan mengarungi jalan sebagai pengemban dakwah. Tapi tentu saja, kyai sesuper apapun, yang namanya manusia, imannya fluktuatif, just like my sister said. Ada suatu cara simple untuk mengecek keimanan kita setiap saat. Caranya adalah dengan memeriksa 4 hal, rasa gerah, gatel, sedih, dan rindu.

1. Gerah
Zaman sekarang yang namanya kemaksiatan bahkan udah jadi sebuah kebiasaan. Namun, sebagai seorang mukmin, tentunya kita tidak bisa terbiasa dengan kemaksiatan merajalela. Idealnya, seorang mukmin akan merasa risih, kesal, atau paling nggak gerah dengan kemaksiatan yang ada.

Rasul SAW bersabda bahwa selemah-lemahnya iman ya dakwahnya dengan hati, alias membenci kemaksiatan itu. Jika rasa gerah aja tidak ada, wah, silakan dicek tuh derajat keimanan kita. Jangan-jangan mendekati nol atau bahkan terpuruk ke daerah minus.

2. Gatel
Ini maksudnya bukan gatel gara-gara nggak mandi tiga hari ya... maksudnya di sini, saat kamu menyaksikan suatu kemaksiatan, apakah selain rasa gerah, lidahmu terasa gatal dan ingin segera membeberkan seluruh kebenaran yang telah diketahui? Apakah ketika dosenmu mengatakan hal yang melenceng dari Islam, lidahmu terasa gatal untuk meluruskannya? Jika ya, selamat.... :)

3. Sedih namun rindu
Bagaimanapun, mukmin-mukmin yang melakukan keselamatan tetaplah saudara kita. Allah menyebutkan "ikhwah" yang bermakna seperti saudara kandung. Bayangkan jika adik kita yang semula imut dan manis tiba-tiba bandel dan nakal, bukankah kita akan merasa sedih terhadap perubahan buruknya? Dan bukankah kita akan rindu terhadap adik kita yang manis? Nah, mungkin seperti itulah idealnya seorang pengemban dakwah terhadap saudara-saudara sesama muslimnya yang sedang tidak mengetahui bahwa mereka sedang melakukan maksiat.

Nah, semoga pengecekan ini bermanfaat... :)

0 comments:

Post a Comment